Kalau Sumatera
Barat punya Kelok Sembilan, Sulawesi
Selatan tepatnya di Kabupaten Sinjai di anugerahi Pulau Sembilan. Oktober termasuk bulan yang tepat untuk nge-bolang di daerah pantai,
sebelum musim hujan tiba yang dikenal dengan istilah November Rain. Perjalan
saya ini bersama dengan belasan teman-teman yang tergabung dalam Komunitas
Backpacker di Makassar. Peserta trip kali ini di dominasi oleh orang-orang
kantoran yang boleh di bilang memiliki free time di weekend Sabtu – Minggu, itenerary pun sudah di susun sesuai kesepakatan dan
akan ada banyak tempat yang akan
kami explore selama 2 hari, waktu pun tidak
kami sia-siakan sehingga
jadwal keberangkatan dipercepat menjadi Jumat
Malam selepas jam kantor.
Sinjai adalah salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan yang letaknya diapit oleh Kabupaten Bone dibagian Utara, Kabupaten Bulukumba dibagian Selatan dan Kabupaten Gowa di sebelah Barat.
Karena temanya jalan – jalan dengan santai, rute berangkat dan pulang sudah kami desain agar mendapatkan view yang berbeda. Rute berangkat kami di jalur hijau gambar dibawah melintasi Kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba dan Sinjai kurang lebih waktu yang digunakan sekitar 5 jam perjalanan dengan laju mobil kecepatan normal, termasuk ritual wajib "makan jagung" di daerah Takalar, sementara rute pulangnya di jalur melewati pinggiran Kabupaten Bone daerah Palatae, Camba di Kabupaten Maros dan Makassar, namun secara hitungan jarak jalur berangkat lebih panjang dibanding jalur pulang.
Hari pertama di Sinjai, pagi-pagi kami berangkat dari rumah Kak A (tempat kami menginap) menuju ke pelabuhan Lappa lokasi kapal yang akan mengantarkan ke pulau-pulau, kapal tersebut biasa di sebut "ketinting" yang bisa menampung sampai dengan 20 orang. Sesampainya di lokasi sang nahkoda kapal sudah menunggu, saat berbincang bincang dengan sang nahkoda menyarankan agar segera berangkat karena sebentar lagi siang, dimana debit airnya akan surut yang bisa menyebabkan kapal sulit untuk berlabuh. Tanpa membuang buang waktu let's go !!!
Ketinting
parkir di Sungai Takka yang mengarah ke laut, sungai ini yang menjadi batas wilayah antara Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Bone
Dari namanya kita sudah bisa menerkah bakalan ada sembilan pulau, namun trip kami ini mengunjungi 2 pulau saja, sepanjang perjalanan kurang lebih sejam, kami sangat menikmati pemandangan yang membentang luas, jarak antara kesembilan pulau tersebut tidaklah jauh, sehingga semakin mendekati pulau pertama yang akan didatangi yaitu pulau Kanalo 1, semakin nampak kesembilan pulau tersebut, saya pun sibuk menghitung satu demi satu pulau-pulaunya, sempat menduga dari namanya kanalo 1, pulau ini akan ada “kembarannya”, alhasil obrolan dengan penduduk setempat ternyata benar nama Kanalo ini ada 2 yakni Kanalo 1 dan Kanalo 2 yang hanya terpisahkan oleh sebuah jembatan.
Mayoritas
penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, saat berjalan sekitaran pulau,
jalan yang kami dilintasi agak menanjak, terlihat penduduk setempat sedang
melakukan penjemuran ikan lure (sebutan umum untuk ikan lure ini adalah ikan
teri) disamping itu terlihat kesibukan para ibu-ibunya sedang memilah milah
rumput laut dibawah kolong rumah mereka untuk di jemur.
Aliran listrik penduduk setempat menggunakan tenaga surya yang bisa dinikmati mulai dari jam 6 malam sampai jam 6 pagi. Fasilitas di pulau ini sudah cukup lengkap, terdapat sekolah menengah pertama, warung kelontongan dan mushollah. Saat siang hari, matahari pun memancarkan sinarnya, sembari istirahat kami pun tidak melewakan berphoto di sebuah beringin nan tinggi yang umurnya sudah puluhan tahun. Tidak hanya view pinggir pantai yang jernih, terdapat view bebatuan bekas sedimen ombak modelnya seperti tangan yang menjulang.
Aliran listrik penduduk setempat menggunakan tenaga surya yang bisa dinikmati mulai dari jam 6 malam sampai jam 6 pagi. Fasilitas di pulau ini sudah cukup lengkap, terdapat sekolah menengah pertama, warung kelontongan dan mushollah. Saat siang hari, matahari pun memancarkan sinarnya, sembari istirahat kami pun tidak melewakan berphoto di sebuah beringin nan tinggi yang umurnya sudah puluhan tahun. Tidak hanya view pinggir pantai yang jernih, terdapat view bebatuan bekas sedimen ombak modelnya seperti tangan yang menjulang.
Jam 2 siang perjalan pun kami lanjutkan ke pulau larea-rea, jarak tempuh kurang lebih 30 menit dari pulau Kanalo 1, pulau paling kecil diantara 9 pulau lainnya dan tidak berpenghuni, disini kami bersantap makan siang, berbekal peralatan dan "amunisi" yang sudah di siapkan dari Sinjai
Saat kapal bersandar di dermaga, kami pun turun, serasa pulau milik sendiri, tidak ada orang lain selain rombongan kami. Peralatan satu persatu di turunkan dari kapal mulai dari arang, tenda, air minum galon, ikan yang sudah siap dibakar, nasi, sayur yang sudah matang, sambal yang sudah di racik oleh ahlinya, peralatan pribadi masing-masing termasuk piring, sendok peralatan lainnya. Barang-barang tadi kami letakan ketempat yang banyak terlindung pepohonan, ada pasir timbul atau gusung.
Menjelang jam 3, terlihat sudah mulai pasang dan pasir timbul tadi berangsur angsur sudah tertutupi oleh air laut, untungnya sudah sempat photo-photo. Jadi tips lagi kalau ke pulau larea rea datang di siang hari saat air sedang surut agar bisa seperti view ini karena jika sore sudah menjemput, view seperti ini tidak terlihat lagi.
Overall, sejauh mata memandang pantainya sangat jernih dan bersih tanpa sampah dan limbah, gradasi warna hijau dan biru yang memukau, namun sayangnya tidak untuk wisata bawah lautnya, saat snorkling kami hanya menemui ikan ikan kecil, beberapa bintang laut serta beberapa karang
Sore pun datang menyapa, agar terhidar dari ombak biasanya lebih kencang saat menjelang malam, kami memutuskan tidak mengunjungi Pulau Kambuno, pulau ini pusat pemerintahan dimana tempat kantor kecamatan dari pulau sembilan berada, bisa disebut adalah ibukota dari kecamatan pulau sembilan.
Kami tiba kembali di Pelabuhan Lappa sekitar jam 6 malam, aktifitas di lanjutkan dengan bersih bersih dan ganti baju yang kebetulan ada keluarga teman kami berada dekat dengan lokasi pelabuhan Lappa, dipinggiran pelabuhan sudah banyak pedagang ikan yang menjajakan hasil tangkapannya, oleh masyarakat sekitar tempat ini yang di kenal dengan nama TPI (Tempat Pelelangan Ikan), tempat ini paling banyak di rekomendasikan untuk kuliner malam, disana kami membeli cumi dengan harga empat puluh ribu rupiah.
Tak jauh dari TPI masih di lokasi yang sama ada sederet rumah makan, pengunjungnya cukup ramai, ada yang unik dengan sistem transaksinya, selain kita bisa memilih berbagai macam aneka sea food yang sudah disediakan seperti warung makan pada umumnya, kita bisa membawa sea food sendiri untuk di olah mereka sesuai selera, kami memilih warung makan "Ardhy" (oh iya ini bukan bagian dari bentuk promosi, saya pun tidak pernah dibayar oleh mereka tapi karena menurut saya tempat ini sudah memberikan pelayanannya cukup memuaskan, jadi saya anggap layak untuk di rekomendasikan).
Sesuai suara terbanyak cumi yang tadi kami beli dari TPI di bagi 2 ada yang di masak kuah hitam dan ada pula yang di goreng sementara ikannya minta untuk dibakar, biaya perorang yakni hanya Rp 15.000 sudah termasuk nasi, sup, sambal 2 macam dan biaya olahan seafood kami tadi, cukup murah bukan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar