Selasa, 16 Juni 2015

Cerita Tetangga

Sekitar 5 tahun yang lalu tepatnya September 2010, ada perasaan campur aduk saat mengetahui bahwa aq akan pindah tugas di Makassar, it's mean saatnya kembali ke kampung halaman, satu sisi aq harus meninggalkan rumah ini dan semua kehidupan sosial yang sudah terbangun di tempat perantauan, satu sisi lagi senang karena sebentar lagi akhirnya bisa berkumpul dengan keluarga.
Perasaan berat juga tentu saja timbul saat akan meninggalkan rumah yang aq tinggalin sekitar 2 tahun lebih, bagaimana ya nasibnya nanti, khan aq juga belum tentu sering akan berkunjung ke sini, namun pertanyaan itu tidak berlangsung lama menjadi sebuah tanda tanya, beruntung saat aq mau pindah ke Makassar, ada seorang teman kantor yang kebetulan berasal dari Makassar yang baru di tempatkan di Jakata dan mencari rumah kontrakan, nahh beban tentang keberlangsungan hidup rumahku teratasi, mereka suka dan langsung jatuh hati dengan lingkungannya, dan sampai saat udah beberapa kali berganti orang. Sebenarnya aq mau cerita tentang bagaimana keseruan kehidupan bertetangga di kompleksku ini, kenapa jadi minggir cerita ke kontrakan ya hehehe, ok kita kembali ke tema cerita.
Flash back tahun 2011 - 2013 pertengahan, waktu masih kerja di sebuah perusahaan elektronik dari Korea sebenarnya jadwal ke Jakarta boleh dibilang sering yakni minimal sekali sebulan, cuman karena kondisi waktu saat itu selalu saja mepet dan jarak tempuh dari Jakarta Barat lokasi hotel yang biasa aq tempatin ke arah Sawangan lumayan jauh, jadilah aq jarang berkunjung, kalaupun ke sana mulai siang dan malamnya udah balik lagi ke Jakarta, saat pindah di kantor baru yang sekarang tempat aq kerja, jadwal trip ke ibukota tidak sesering dulu, kebetulan bulan Juni ini aq dapat tugas ke Jakarta, karena rumah lagi kosong dan acara kantor Senin nanti, jadilah berangkat di hari Sabtu biar bisa main ke Sawangan dulu, tapi sebelum aq bercerita selama 2 hari satu malam yang terjadi saat saat bernostalgilak ini, aq mo flashback lagi cerita tentang tetangga di awal-awal aq nempatin rumah ini tahun 2008.
Berawal dari ikut arisan emak-emak di cluster di 2008, dimana mereka juga pada baru pindahan setahunan ini menempati di kompleks kita yang baru saja selesai dibangun, gap umur kami ng begitu jauh, kalau aq klasifikasikan mereka lahir di tahun 60-an masuk kategori matang, lahir tahun 70-an kategori muda, dan lahir tahun 80-an masuk kategori paling muda, populasi yang paling banyak ada di kategori kedua yakni lahir sekitaran 70-an, tapi umur ng jadi masalah karena kategori matang mengikuti sementara orang-orang yang lahir 80-an yang jumlahnya juga ng begitu banyak menyesuaikan ritme juga, jadi seperti ng ada gap umur dalam bersosialisasi.
Selesai arisan dimalam hari, ada ritual yang kami jalankan setelahnya yakni main kartu uno, tidak hanya itu, kami juga bahkan akan menjadi supporter terheboh kalau ada acara lomba antar cluster, menang bukannya karena prestasi ya tapi karena si lawan down duluan, jadi cluster kami bisa jadi menang hahah.
Bukan hanya di lingkungan kompleks geng cluster kami bisa eksis, kalau lagi bareng-bareng ke Jakarta misalnya berkunjung kemana gitu, pasti ada aja acara belok-beloknya, kalau bukan karoke bareng yach kita makan bareng sambil ketawa ketiwi ngakak wkwkwkw, tapi jangan salah loh yach ibu-ibu di kompleks aq bisa dibilang orang-orang sukses di bidangnya, jadi obrolan kami bukan hanya cerita ngawur ngidul ng jelas kadang-kadang kita obrolkan yang agak berat misalnya kondisi politik dan ekonomi.
Beruntunglah aq yang tinggal sendiri di rumah berada ditengah-tengah mereka, aq pun tidak merasa kesepian, rutinitas juga yang sering terjadi kalo lagi weekend mulai pagi hari yakni olahraga, bisa jogging, naik sepeda, bulutangkis bareng, setelah itu janjian maksibar (makan siang bareng) di saung tempat biasa kita gunakan untuk ngumpul-ngumpul, untuk maksibar ini, karena aq ng bisa masak biasanya jadinya aq kebagian siapin nasi putih heheheh sementara yang lainnya bawa lauk pauk, nuansa kekeluargaanya SANGAT dapet disini
Minggu ini yang kebetulan ada kerjaan kantor yang mengharuskan berangkat ke Jakarta, ku sempatkan untuk nginap di rumahku yang saat ini sedang kosong, terakhir ke sini di Februari atau sekitar 4 bulan yang lalu, tapi karena hanya beberapa jam, aq hanya bertemu dengan Ibu yang sedang ngontrak di rumahku dan bertegur sapa dengan beberapa tetangga saja yang rumah rumah kulalui dari pintu gerbang cluster menuju ke rumahku, jadi kesimpulannya ng sempat ngobrol banyak. Kebetulan lagi di hari Sabtu Minggu ini ada acara, Sabtu malamnya acara jambore mini anak-anak di kompleks kami yang sudah memasuki libur sekolah dan Minggu siang ada acara arisan.
Sabtu malam diawali dengan makan malam bersama sampai ngobrol-ngobrol seru, jam 10 malam beberapa sudah balik ke rumahnya, yang tertinggal hanya sekitar 10-an orang lagi, beberapa anak-anak sudah tertidur pulas dalam tendanya masing-masing, aq pun pasti tidak akan balik cepat kemudian tidur di rumah, aq ngobrol-ngobrol banyak dengan mereka sekalian melepas rindu yang sudah lama tidak bertemu, media karoke yang sudah ada menjadi garapan kami selanjutnya di midnight, jadinya kita nyenyong ampe jam 1 malam hahahah bener-bener emak-emak gaul nh my neighbours. Siangnya acara arisan yang katanya tersisa 2 putaran lagi, sebelum balik ke Jakarta aq pun ikut makan siang dulu bersama mereka, sejaman kemudian sopir taksi sudah menjemput di depan saung, bye bye my lovely tetanggas, terima kasih keseruan 2 hari ini, sampai bertemu kembali muacchhh #JUJURAQSEDIH
Cerita tentang aq dan tetanggaku memang ng jauh-jauh dari aktivitas makan, karaoke, ketawa ketiwi, that's why kenapa rumah ini juga belum dijual-jual "you can buy a house but not necessarily A HOME"

Minggu, 07 Juni 2015

Makassar Bulan Juni



Judul Makassar bulan Juni muncul karena keseringan mendengarkan dan membaca di sosial media puisi ciamik Hujan di Bulan Juni di beberapa hari terakhir ini. Makassar, kota yang dikenal sebagai kota juaranya demonstrasi, juaranya panah-panahan tengah malam, ini pendapat teman-teman aq yang sedang bermukim diluar sana.
Hal yang berbeda bulan Juni ini, acara Makassar International Writers Festival (MIWF) di 4 hari ini sanggup mengalihkan dunia rutinku dunia kantoran, ini mungkin salah satu way, yang membuatku tertarik untuk menciptakan goals baru dalam kehidupaanku, kegembiraan saat diterima sebagai Volunteer sudah tertulis disini ,saat dimana panitia mengumumkan daftar tamu-tamu penulis pun sudah ku curahkan disini sampai kepada ke-melow-an saat detik-detik menjelang kegiatan ini akan berakhir pun tak sanggup aq tidak menuliskannya disini. Dihalaman ini aq ceritakan hal menarik saat aq “membuntutin” Mba Trinity , salah satu tamu di acara ini, selama berada di Makassar.
Mba Trinity (Mba T) ini adalah inspirasiku di dunia travelling, “Ratu”nya jalan-jalan yang berhasil keluar dari comfort zone sebagai MMK (Mba Mba Kantoran) ... Saluttt , aq pun sampai sekarang belum berani melakukan hal tersebut, tapi mungkin nanti tanpa menutup kemungkinan itu ada.
Well, Hari pertama MIWF di 3 Juni 2015 saat dibukanya rangkaian acara, Passion in Action di Kampus Unhas, saat itu Mba Trinity salah satu pembicaranya, disamping itu juga menghadirkan pembicara lain yakni Irwan Tantu, Adel Yousouf, Nirwana Arsuka, Ridwan Alimuddin, Sulaiman Miting, dan Lily Yulianti sebagai Moderator,  namun saat itu aq tidak bisa keluar dari lingkungan perkantoran karena memang disetiap 3 hari di awal bulan, selalu saja pantat ini tak sanggup beranjak dari tempat duduk, menatap layar komputer sambil memainkan jari jemari bekerja menyambut persiapan monthly closing.
Sampai pada hari ketiga acara MIWF sesi Traveler’s story, Junanto sebagai moderator, dan pembicaranya ada Trinity, Mahir Pradana dan Pallavi dari India yang di dampingi oleh seorang Interpreter, ini kejadian dimana seluruh semesta ikut mendukungku, saat pembagian jadwal memandu acara/MC aq mendapatkan bagian ini, acaranya berlangsung hari Jumat jam 10 sampai 12 siang, perasaan deg-degan sehari sebelumnya, moga-moga kerjaan pun ikut bersahabat, aq mencoba mengikuti prosedur kantor untuk bisa mengajukan ijin non dinas, agar tugasku sebagai volunteer tidak mendapatkan kendala nantinya. Alhamdulillah ijin setengah hari pun keluar, langkahku semakin ringan menuju Fort Rotterdam pagi itu, ku mencoba datang sejam lebih awal agar bisa menyapa alam sekitar, familiar dengan mic dan suhu di ruangan. Acarapun berjalan lancar, sampai-sampai ruangan l Laga Ligo yang kami gunakan dipenuhi audience, bahkan ada yang rela berdiri. Sebenarnya waktu 2 jam ini masih kurang karena masih banyak hal-hal yang menggantung, aq coba bertanya agar bisa melanjutkan obrolan cerita traveling dan Mba Ditta, tim dari Bentang Pustaka, orangnya friendly, pun mengijinkan makan siang bersama. Tak ada habisnya daftar pertanyaan yang masih bergelantungan dikepala sampai makan siang pun dengan Mba Trinity berakhir.
Traveler's Story bersama Junanto, Trinity, Mahir Pradana, Pallavi 
(Foto diambil dari twitter Junanto)

Dari kiri ke kanan Trinity, Aq, Ditta, Pallavi
Keberuntungan pun datang lagi saat aq mengetahui ada acara Meet & Great Trinity hari Sabtu jam 2 – 4 siang di Gramedia Panakukang, ini juga tak bisa aq lewatkan, kuselesaikan semua urusan di pagi hari, agar bisa datang siang nanti. Acara berlangsung pun tidak kalah serunya, tak hentinya kita dibuat tertawa atas cerita-cerita pengalaman lucu serta jawaban atas pertanyaan dengan apa adanya, sampai di akhir acara aq pun kembali ikut makan sore bersama di Konro Karebosi sebelum dia ke bandara.
Selama Mba Trinity berada di Makassar, ku tanya hal-hal yang semoga tidak menjadi beban, tidak merusak suasana hati, tidak membuatnya mengerutkan dahi dan berfikir yang menguras energi, aq pun kembali full charges atas inspirasi-inspirasi darinya, termasuk menghadapi tamu-tamu auditor yang mulai berdatangan dari kejauhan saat esok hari tiba.
Safe a flight Mba, terus menginspirasi ... terus jalan-jalan ... terus menerbitkan bukunya ...sukses dengan film naked travelernya, tiba saatnya kita pun menempuh jalan ke arah kembali di kehidupan masing-masing. See U in another moment.

Ada Yang Hilang Saat MIWF Berakhir



Weekend ini saat detik-detik Makassar International Writers Festival (MIWF ) berakhir, hati terasa sesak tidak seperti biasanya, mata mulai berkaca kaca entah apa judul rasa ini, seperti ada yang bakalan hilang. Berfikir saat mata terbuka esok hari. Aktifitas seperti sebelumnya akan berkurang, mulai hari minggu ini suara-suara group sosmed LINE pun yang biasa kami gunakan untuk saling berkoordinasi pun menunjukan intensitasnya yang juga berangsur angsur menurun, dan aq pun paham hal ini akan terjadi. Kangen meeting dengan team divisi MC, kangen dengan rapat gabungan istilah yang biasa kami sebut di sebuah rumah yang beralamat di jalan Bontonompo bernama Rumata, kangen dengan proses yang 1 bulan terakhir kami jalani bersama. Semua itu akan berangsur angsur hilang mulai hari ini dan lagi-lagi aq pun paham hal ini akan terjadi.
MIWF yang tahun ini adalah tahun kelima sudah selesai terlaksana, Mba Lily Yulianti yang sebagai nahkodanya, berhasil menurunkan auranya bahwa dream ini dilaksanakan dengan hati, kami pun bekerja sepenuh hati tanpa paksaan tanpa tekanan, terbukti hasilnya pun menyentuh hati. Mayoritas audience antusias dengan kegiatan ini, bahkan ada yang rela berdiri ataupun duduk dilantai saat kursi-kursi sudah tak lagi tersedia saat acara berlangsung, bukan hanya itu porsi jamnya pun bertambah dari jadwal yang sudah disusun.
Masalah teknis yang muncul misalnya di hari pertama pembukaan di panggung utama saat penonton menuggu lama agar suara gitar Nina dan microphone Yana sebagai vocalist terlambat mengeluarkan suaranya ataupun masalah teknis lainnya sudah terlupakan, tertutupi dari rangkaian satu kesatuan acara yang dikemas secara ciamik. Muatan literacy dapat, sense of charity dapat, local contentnya dapat, kelas internationalnya dapat, di kemas menjadi satu kesatuan TOP abis, bangga sangat menjadi bagian dari kegiatan ini.
Ibarat anak yang berumur 5 tahun, seperti umur MIWF saat ini, akan berganti sekolah saat usianya 6 tahun nanti, sudah saatnya naik kelas. Melihat rangkaian kegiatan dari tahun ketahun MIWF semakin membaik, rasa-rasanya suatu hal yang egois kalau acara ini hanya bisa dinikmati oleh masyarakat yang berada di sekitar Makassar saja, harapan konkritnya saat MIWF memasuki tahun ke 6 Insya Allah tahun depan adalah agar acara ini bisa di siarkan oleh stasiun televisi nasional dan itu sesuatu yang pantas dan wajar, acara ini memberikan sajian yang istimewa.  
Sehat selalu Mba Lily, agar bisa menahkodai kembali kegiatan ini ditahun depan, Thousand of Thanks to make it happen for Makassar. To All Teams, walaupun saat ini kita sudah tidak bekerja bersama, keep in touch ya, Sukseski di jalan kehidupan masing-masing, Aminnn
“Orang yang paling berbahagia di dunia ini adalah dengan terus memberi dan tanpa pernah meminta lebih – Lily Yulianti Farid– Director MIWF di Closing Ceremony MIWF 2015, Sabtu 6 Juni 2015